Jumat, 26 Februari 2010

Trivum Live from Tennis Indoor


Trivium, band metal asal Florida tampil di Jakarta, kerancuan sempat hinggap di kepala. Berbagai media khususnya media metal sempat menjuluki Matthew Heafy, sang frontman sebagai prodigal son of metal dan yang paling ambisius adalah band ini kerap diprediksikan sebagai the next Metallica. Pertanyaannya, apakah karier Trivium yang mirip perjalanan Metallica, atau penampilan visual Matt Heafy yang semakin mirip Metallica? Dengan rambut yang gondrong dan dikriwil, sembari menenteng gitar Gibson Explorer warna putih, Heafy tampak seperti versi ganteng (dan muda) dari Kirk Hammet yang memainkan gitar James Hetfield.

Namun ternyata bisa diambil kesimpul-an bahwa hanya penampilan yang mirip Metallica, karena dalam penampilan malam itu terjadi sedikit momen ’Spinal Tap’, ketika band ini membuka konser dengan lagu-lagu se-perti ”Kirisute Gomen”, atau ”Becoming the Dragon” yang diwarnai sedikit problem teknis. ”Problem teknis selalu mewarnai performa setiap kali kami menjalani show pertama dalam rangkaian tur,” tutur Heafy kepada sekitar 3000 penonton yang memadati Tennis Indoor. Namun walau mengalami- masalah, vokalis/gitaris Matt Heafy, gitaris Corey Beaulieu, dan pemain bas Paolo Gregoletto tetap tenang dan sopan.

Yang terlihat kurang tenang adalah Nick Augusto, pemain drum teranyar Trivium yang baru masuk ke dalam band selama dua minggu, setelah pemain drum asli mereka, Travis Smith, tiba-tiba resmi mengundurkan diri 4 Februari lalu. Jadi wajar saja bila Nick, yang sebelumnya menjabat sebagai teknisi drum Trivium dan tiba-tiba ’naik pangkat’ ini, sedikit gugup terlebih mengingat pemain drum yang ia gantikan adalah sese-orang dengan skill andal yang sarat pujian dari media kredibel macam Modern Drummer.

Namun kegugupan sama sekali tak menghentikan kemampuannya memukau para penonton. Travis Smith hanyalah sejarah, masa depan milik Nick Augusto. Lagu-lagu seperti “Like Light to the Flies”, “Pillars of Serpents”, maupun “Ascendancy” memamerkan kemampuan Trivium sebagai musisi metal yang mumpuni. Pukulan drum super-rapat dan bergemuruh, duel solo gitar yang shredding di sana-sini serta pola bernyanyi growl/bernyanyi mewarnai nyaris tiap lagu yang dibawakan. Setiap lagu dipacu secara cepat tanpa banyak basa-basi bicara kepada penonton.

Namun basa-basi yang terjadi cukup layak disimak. Matt Heafy menceritakan awal karier Trivium di mana mereka tur keliling Amerika hanya menggunakan sebuah van, dan jarang mandi akibat harus selalu bergerak, dan kini mereka dilayani dengan maksimal oleh event organizer Indonesia, sesuatu yang mereka syukuri. Hal ini diikuti tepukan tangan dan suara hati yang mengatakan bahwa mereka memang layak mendapat kesuksesan yang telah mereka raih dengan kerja keras. Apalagi di usia yang sangat muda. Personel Trivium rata-rata berusia 23-24 tahun, sedangkan mereka telah berkarier selama nyaris 10 tahun. Silakan hitung sendiri betapa ABG-nya mereka ketika memulai dulu.

Di lagu ke 16, Trivium menunjukkan bahwa umur personel yang rata-rata muda bukan berarti selera muda. Sebuah cover “Slave New World” milik Sepultura dibesut dengan bertenaga maksimal, membuat sebagian crowd yang terlihat cukup berumur bernyanyi gila, dan sebagian crowd di bagian depan yang berusia muda hanya mampu bengong karena kurang memahami perbedaan era antara Sepultura dan Trivium.

“We are going to play a couple more songs for you. There will be no fake encore or whatever, this is your last chance to sing with us,” tukas Matt Heafy kepada crowd. Konser pun akhirnya ditutup dengan “Pull Harder on the Strings of Your Martyr” dan tanpa kehadiran encore. Dan itu bukan masalah. Karena dari 23 lagu yang dibawakan, air muka para penonton terlihat puas walau diakui pendengaran menjadi terganggu akibat suara PA yang disetel terlalu keras oleh sang sound engineer yang ‘trigger happy’ terhadap tombol volume.

0 komentar:

Posting Komentar